Pengembangan Ilmu Informasi Dunia Pendidikan

Posted by Unknown Friday, November 11, 2011 0 comments
 Oleh : Djadja Sardjana

Terdapat minat besar dalam Informasi Dunia Pendidikan di bagian awal abad 21. Hal ini karena kualitas kepemimpinan dipercaya secara luas membuat perbedaan yang signifikan kepada sekolah dan siswa. Di banyak bagian dunia, ada pengakuan bahwa sekolah membutuhkan pemimpin dan manajer yang efektif jika mereka ingin memberikan pendidikan yang terbaik kepada pelajar mereka. Ketika ekonomi global mengalami resesi, pemerintah lebih menyadari bahwa aset utama mereka adalah orang-orang yang kompetitif dan semakin tergantung pada sebuah sistem pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja terampil. Hal ini memerlukan guru-guru yang terlatih dan berkomitmen, dan pada gilirannya, memerlukan kepemimpinan kepala sekolah yang sangat efektif dan dukungan lain manajer senior dan menengah (Bush, in press).
Bidang Informasi Dunia Pendidikan adalah pluralis, dengan banyaknya kekurangan perspektif dan kesepakatan yang tak terelakkan mengenai definisinya. Salah satu kunci perdebatan apakah Informasi Dunia Pendidikan telah menjadi bidang yang berbeda atau hanya sebuah cabang studi yang lebih luas dari manajemen. Sementara pendidikan dapat belajar dari manajemen lain, Informasi Dunia Pendidikan harus terpusat tujuan pendidikan. Tujuan atau tujuan ini memberikan arti penting arah untuk mendukung manajemen sekolah. Kecuali keterkaitan antara tujuan dan Informasi Dunia Pendidikan yang jelas dan dekat, ada bahaya ‘Managerialism’, “Penekanan pada prosedur dengan mengorbankan tujuan pendidikan serta nilai-nilai “ (Bush, 1999:240).
1. Konsep Manajemen
Dari segi bahasa manajemen berasal dari kata manage (to manage) yang berarti “to conduct or to carry on, to direct” (Webster Super New School and Office Dictionary), dalam Kamus Inggeris Indonesia kata Manage diartikan “Mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola”(John M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia) , Oxford Advanced Learner’s Dictionary mengartikan ‘to Manage sebagai “to succed in doing something especially something difficult….. Management the act of running and controlling business or similar organization” sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Manajemen diartikan sebagai “Prose penggunaan sumberdaya secara efektif untuk mencapai sasaran”(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Adapun dari segi Istilah telah banyak para ahli telah memberikan pengertian manajemen, dengan formulasi yang berbeda-beda, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen guna memperoleh pemahaman yang lebih jelas.
Tabel 1.1 Pendapat Pakar tentang Manajemen
No
Pengertian manajemen
Pendapat
1.
The most comporehensive definition views manajemen as an integrating process by which authorized individual create, maintain, and operate an organization in the selection an accomplishment of it’s aims
(Lester Robert Bittel (Ed), 1978 : 640)
2.
Manajemen itu adalah pengendalian dan pemanfaatan daripada semua faktor dan sumberdaya, yang menurut suatu perencanaan (planning), diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang tertentu
(Prajudi Atmosudirdjo,1982 : 124)
3.
Manajemen is the use of people and other resources to accomplish objective
( Boone& Kurtz. 1984 : 4)
4.
.. manajemen-the function of getting things done through people
(Harold Koontz, Cyril O’Donnel:3)
5.
Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindsakan-tindakan : Perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan poengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumber-sumber lain
(George R. Terry, 1986:4)
6.
Manajemen dapat didefinisikan sebagai ‘kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain’. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa manajemen merupakan alat pelaksana utama administrasi
(Sondang P. Siagian. 1997 : 5)
7.
Manajemen is the process of efficiently achieving the objectives of the organization with and through people
De Cenzo&Robbin
1999:5
Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas nampak jelas bahwa perbedaan formulasi hanya dikarenakan titik tekan yang berbeda namun prinsip dasarnya sama, yakni bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan adalah dalam rangka mencapai suatu tujuan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada, sementara itu definisi nomor empat yang dikemukakan oleh G.R Terry menambahkan dengan proses kegiatannya, sedangkan definisi nomor lima dari Sondang P Siagian menambah penegasan tentang posisi manajemen hubungannya dengan administrasi. Terlepas dari perbedaan tersebut, terdapat beberapa prinsip yang nampaknya menjadi benang merah tentang pengertian manajemen yakni :
1. Manajemen merupakan suatu kegiatan
2. Manajemen menggunakan atau memanfaatkan pihak-pihak lain
3. Kegiatan manajemen diarahkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
Setelah melihat pengertian manajemen, maka nampak jelas bahwa setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti Sekolah akan sangat memerlukan manajemen untuk mengatur/mengelola kerjasama yang terjadi agar dapat berjalan dengan baik dalam pencapaian tujuan, untuk itu pengelolaannya mesti berjalan secara sistematis melalui tahapan-tahapan dengan diawali oleh suatu rencana sampai tahapan berikutnya dengan menunjukan suatu keterpaduan dalam prosesnya, dengan mengingat hal itu, maka makna pentingnya manajemen semakin jelas bagi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan.
2. Konsep Informasi Dunia Pendidikan
Setelah memperoleh gambaran tentang manajemen secara umum maka pemahaman tentang Informasi Dunia Pendidikan akan lebih mudah, karena dari segi prinsip serta fungsi-fungsinya nampaknya tidak banyak berbeda, perbedaan akan terlihat dalam substansi yang dijadikan objek kajiannya yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah pendidikan.
Oteng Sutisna (1989:382) menyatakan bahwa Administrasi pendidikan hadir dalam tiga bidang perhatian dan kepentingan yaitu : (1) setting Administrasi pendidikan (geografi, demograpi, ekonomi, ideologi, kebudayaan, dan pembangunan); (2) pendidikan (bidang garapan Administrasi); dan (3) substansi administrasi pendidikan (tugas-tugasnya, prosesnya, asas-asasnya, dan prilaku administrasi), hal ini makin memperkuat bahwa Informasi Dunia Pendidikan mempunyai bidang dengan cakupan luas yang saling berkaitan, sehingga pemahaman tentangnya memerlukan wawasan yang luas serta antisipatif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat disamping pendalaman dari segi perkembangan teori dalam hal manajemen.
Dalam kaitannya dengan makna Informasi Dunia Pendidikan berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian Informasi Dunia Pendidikan yang dikemukakan para ahli. Dalam hubungan ini penulis mengambil pendapat yang mempersamakan antara Manajemen dan Administrasi terlepas dari kontroversi tentangnya, sehingga dalam tulisan ini kedua istilah itu dapat dipertukarkan dengan makna yang sama.
Tabel 2.1 Pendapat Pakar tentang Informasi Dunia Pendidikan
No
Pengertian Informasi Dunia Pendidikan
Pendapat
1.
Administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien…
Djam’an Satori, (1980: 4)
2.
Dalam pendidikan, manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya
Made Pidarta, (1988:4)
3.
Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan
Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4)
4.
educational administration is a social process that take place within the context of social system
Castetter. (1996:198)
5.
Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagi proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan…
Soebagio Atmodiwirio. (2000:23)
6.
Manajemen pendidikan ialah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama
Engkoswara (2001:2)
dengan memperhatikan pengertian di atas nampak bahwa Informasi Dunia Pendidikan pada prinsipnya merupakan suatu bentuk penerapan manajemen atau administrasi dalam mengelola, mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang terdapat dalam dunia pendidikan, fungsi administrasi pendidikan merupakan alat untuk mengintegrasikan peranan seluruh sumberdaya guna tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu konteks sosial tertentu, ini berarti bahwa bidang-bidang yang dikelola mempunyai kekhususan yang berbeda dari manajemen dalam bidang lain.
Menurut Engkoswara (2001:2) wilayah kerja Informasi Dunia Pendidikan dapat digambarkan secara skematik sebagai berikut :
Perorangan
Garapan
Fungsi
SDM
SB
SFD
Perencanaan


TPP
Pelaksanaan



Pengawasan



Kelembagaan
Tabel 2.2 Ruang Lingkup Informasi Dunia Pendidikan
gambar di atas menunjukan suatu kombinasi antara fungsi manajemen dengan bidang garapan yakni sumber Daya manusia (SDM), Sumber Belajar (SB), dan Sumber Fasilitas dan Dana (SFD), sehingga tergambar apa yang sedang dikerjakan dalam konteks Informasi Dunia Pendidikan dalam upaya untuk mencapai Tujuan Pendidikan secara Produktif (TPP) baik untuk perorangan maupun kelembagaan Lembaga pendidikan seperti organisasi sekolah merupakan kerangka kelembagaan dimana administrasi pendidikan dapat berperan dalam mengelola organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dilihat dari tingkatan-tingkatan suatu organisasi dalam hal ini sekolah, administrasi pendidikan dapat dilihat dalam tiga tingkatan yaitu tingkatan institusi (Institutional level), tingkatan manajerial (managerial level), dan tingkatan teknis (technical level) (Murphy dan Louis, 1999). Tingkatan institusi berkaitan dengan hubungan antara lembaga pendidikan (sekolah) dengan lingkungan eksternal, tingkatan manajerial berkaitan dengan kepemimpinan, dan organisasi lembaga (sekolah), dan tingkatan teknis berkaitan dengan proses pembelajaran. Dengan demikian Informasi Dunia Pendidikan dalam konteks kelembagaan pendidikan mempunyai cakupan yang luas, disamping itu bidang-bidang yang harus ditanganinya juga cukup banyak dan kompleks dari mulai sumberdaya fisik, keuangan, dan manusia yang terlibat dalam kegiatan proses pendidikan di sekolah
Menurut Consortium on Renewing Education (Murphy dan Louis, ed. 1999:515) Sekolah (lembaga pendidikan) mempunyai lima bentuk modal yang perlu dikelola untuk keberhasilan pendidikan yaitu :
1. Integrative capital (modal integrative)
2. Human capital (modal manusia)
3. Financial capital (modal keuangan)
4. Social capital (modal social)
5. Political capital (modal politik)
Modal integratif adalah modal yang berkaitan dengan pengintegrasian empat modal lainnya untuk dapat dimanfaatkan bagi pencapaian program/tujuan pendidikan. Modal manusia adalah sumberdaya manusia yang kemampuan untuk menggunakan pengetahuan bagi kepentingan proses pendidikan/pembelajaran. Modal keuangan adalah dana yang diperlukan untuk menjalankan dan memperbaiki proses pendidikan. Modal sosial adalah ikatan kepercayaan dan kebiasaan yang menggambarkan sekolah sebagai komunitas. Modal politik adalah dasar otoritas legal yang dimiliki untuk melakukan proses pendidikan/pembelajaran.
Dengan pemahaman sebagaimana dikemukakan di atas, nampak bahwa salah satu fungsi penting dari Informasi Dunia Pendidikan adalah berkaitan dengan proses pembelajaran, hal ini mencakup dari mulai aspek persiapan sampai dengan evaluasi untuk melihat kualitas dari suatu proses tersebut, dalam hubungan ini Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang melakukan kegiatan/proses pembelajaran jelas perlu mengelola kegiatan tersebut dengan baik karena proses belajar mengajar ini merupakan kegiatan utama dari suatu sekolah (Hoy dan Miskel 2001). Dengan demikian nampak bahwa Guru sebagai tenaga pendidik merupakan faktor penting dalam manajemen pendidikan, sebab inti dari proses pendidikan di sekolah pada dasarnya adalah guru, karena keterlibatannya yang langsung pada kegiatan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidik dalam suatu lembaga pendidikan akan menentukan bagaimana kontribusinya bagi pencapaian tujuan, dan kinerja guru merupakan sesuatu yang harus mendapat perhatian dari fihak Informasi Dunia Pendidikan di sekolah agar dapat terus berkembang dan meningkat kompetensinya dan dengan peningkatan tersebut kinerja merekapun akan meningkat, sehingga akan memberikan berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan sejalan dengan tuntutan perkembangan global dewasa ini.
3. Perkembangan Informasi Dunia Pendidikan
(1) Teori Manajemen Kuno;
Sampai dengan tingkat tertentu, manajemen telah dipraktekkan oleh masyarakat kuno. Sebagai contoh, bangsa Mesir bisa membuat piramida. Bangunan yang cukup kompleks yang hanya bisa diselesaikan dengan koordinasi yang baik. Kekaisaran Romawi mengembangkan struktur organisasi yang jelas, dan sangat membantu komunikasi dan pengendalian.
Meskipun manajemen telah dipraktekkan dan dibicarakan di jaman kuno, tetapi kejadian semacam itu relatif sporadis, dan tidak ada upaya yang sistematis untuk mempelajari manajemen. Karena itu manajemen selama beberapa abad kemudian “terlupakan”.
Pada akhir abad 19-an, perkembangan baru membutuhkan studi manajemen yang lebih serius. Pada waktu industrialisasi berkembang pesat, dan perusahaan-perusahaan berkembang menjadi perusahaan raksasa.
(2) Teori Manajemen Klasik;
a) Teori Manajemen Klasik
· Robert Owen (1771-1858)
Owen berkesimpulan bahwa manajer harus menjadi pembaharu (reformer). Beliau melihat peranan pekerja sebagai yang cukup penting sebagai aset perusahaan. Pekerja bukan saja merupakan input, tetapi merupakan sumber daya perusahaan yang signifikan. Ia juga memperbaiki kondisi pekerjanya, dengan mendirikan perumahan (tempat tinggal) yang lebih baik. Beliau juga mendirikan toko, yang mana pekerjanya tidak kesusahan dan dapat membeli kebutuhan dengan harga murah. Ia juga mengurangi jam kerja dari 15 jam menjadi 10,5 jam, dan menolah pekerja dibawah umur 10 tahun.
Owen berpendapat dengan memperbaiki kondisi kerja atau invertasi pada sumber daya manusia, perusahaan dapat meningkatkan output dan juga keuntungan. Disamping itu Owen juga memperkenalkan sistem penilaian terbuka dan dilakukan setiap hari. Dengan cara seperti itu manajer diharapkan bisa melokalisir masalah yang ada dengan cepat.
· Charles Babbage (1792-1871)
Babbage merupakan profesor matematika di Inggris. Dengan metode kuantitatifnya beliau percaya:
1. Bahwa prinsip-prinsip ilmiah dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, produksi naik biaya operasi turun.
2. Pembagian Kerja (division of labor); dengan ini kerja/operasi pabriknya bisa dianalisis secara terpisah. Dengan cara semacam ini pula training bisa dilakukan dengan lebih mudah.
3. Dengan melakukan pekerjaan yang sama secara berulang-ulang, maka pekerja akan semakin terampil dan berarti semakin efisien.
b) Teori Manajemen Ilmiah
· Federick Winslow Taylor (1856-1915)
Federick Taylor disebut sebagai bapak manajemen ilmiah. Taylor memfokuskan perhatiannya pada studi waktu untuk setiap pekerjaan (time and motion study); dari sini ia mengembangkan analisis kerja. Taylor kemudian memperkenalkan sistem pembayaran differential (differential rate).
Manajemen Taylor didasarkan pada langkah atau prinsip sebagai berikut :
1. Mengambangkan Ilmu untuk setiap elemen pekerjaan, untuk menggantikan pikiran yang didasari tanpa ilmu.
2. Memilih karyawan secara ilmiah, dan melatih mereka untuk melakukan pekerjaan seperti yang ditentukan pada langkah-1.
3. Mengawasi karyawan secara ilmiah, untuk memastikan mereka mengikuti metode yang telah ditentukan.
4. Kerjasama antara manajemen dengan pekerja ditingkatkan. Persahabatan antara keduanya juga ditingkatkan
· Frank B. Gilberth (1868-1924) dan Lillian Gilberth (1887-1972)
Keduanya adalah suami istri yang mempunyai minat yangsama terhadap manajemen. Menurut Frank pergerakan yang dapat dihilangkan akan mengurangi kelelahan. Semangat kerja akan naik karena bermanfaat secara fisik pada karyawan. Sedang Lilian memberikan kontribusi pada lapangan psikologi industri dan manajemen personalia. Beliau percaya bahwa tujuan akhir manajemen ilmiah adalah membantu pekerja mencapai potensi penuhnya sebagai seorang manusia. Keduanya mengembangkan rencana promosi tiga tahap, yaitu :
1. Menyiapkan Promosi
2. Melatih Calon Pengganti
3. Melakukan Pekerjaan
Menurut metode tersebut, seorang pekerja akan bekerja seperti biasa, sambil menyiapkan promosi karir, dan melatih calon penggantinya. Dengan demikian pekerja akan menjadi pelaksana, pelajar yaitu menyiapkan karir yang lebih tinggi, dan pengajar dalam arti mengajari dalon pengganti.
· Henry L. Gantt (1861-1919)
Gantt melakukan perbaikan metode sistem penggajian Taylor (differential system) karena menurutnya metode tersebut kurang memotivasi kerja. Sistem Pengawasan (supervisor) diterapkannya sebagai upaya untuk memacu semangat kerja karyawan. Disamping itu Gantt juga memperkenalkan sistem penilaian terbuka yang awalnya merupakan ide Owen. Gantt chart (bagan Gantt) kemudian populer dan gigunakan untuk perencanaan, yaitu mencatat scedul (jadwal) pekerja tertentu.
c) Teori Manajemen Organisasi
· Henry Fayol (1841-1925)
Henry Fayol merupakan industrialis Prancis, ia sering disebut sebagai bapak aliran manajemen klasik karena upaya “mensistematisir” studi manajerial. Menurut Fayol, praktek manajemen dapat dikelompokkan ke dalam beberapa pola yang dapat diidentifikasi dan dianalisis. Dan selanjutnya analisis tersebut dapat dipelajari oleh manajer lain atau calon manajer.
Fayol adalah orang yang pertama mengelompokkan kegiatan menajerial dalam 4 fungsi manajemen, yaitu : (1) Perencanaan, (2) Pengorganisasian, (3) Pengarahan, dan (4) Pengendalian. Fayol percaya bahwa manajer bukan dilahirkan tetapi diajarkan. Manajemen bisa dipelajari dan dipraktekkan secara efektif apabila prinsip-prinsip dasarnya dipahami.
· Max Weber (1864-1920)
Max Weber adalah seorang ahli sosiologi Jerman yang mengembangkan teori birokrasi. Menurutnya, suatu organisasi yang terdiri dari ribuan anggota membutuhkan aturan jelas untuk anggota organisasi tersebut. Organisasi yang ideal adalah birokrasi dimana aktivitas dan tujuan diturunkan secara rasional dan pembagian kerja disebut dengan jelas. Birokrasi didasarkan pada aturan yang rasional yang dapat dipakai untuk mendesain struktur organisasi yang jelas.
Konsep birokrasi Weber berlainan dengan pengertian birokrasi populer, dimana orang cnderung mengartikan kata birokrasi dengan konotasi negatif, yaitu organisasi yang lamban, tidak reponsif terhadap perubahan.
· Mary Parker Follet (1868-1933)
Mary Parker Follet agak berbeda sedikit dengan pendahulunya karena memasukkan elemen manusia dan struktur organisasi kedalam analisisnya. Elemen tersebut kemudian muncul dalam teori perilaku dan hubungan manusia. Follet percaya bahwa seseorang akan menjadi manusia sepenuhnya apabila manusia menjadi anggota suatu kelompok. Konsekuensinya, Follet percaya bahwa manajemen dan pekerja mempunyai kepentingan yang sama, karena menjadi anggota organisasi yang sama.
Selanjutnya Follet mengembangkan model perilaku pengendalian organisasi dimana seseorang dikendalikan oleh tiga hal, yaitu :
1. Pengendalian diri (dari orang tersebut);
2. Pengendalian kelompok (dari kelompok);
3. Pengendalian bersama (dari orang tersebut dan dari kelompok).
· Chester I Barnard (1886-1961)
Bernard mengambangkan teori organisasi, menurutnya orang yang datang keorganisasi formal (seperti perusahaan) karena ingin mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai sendiri. Pada waktu mereka berusaha mencapai tujuan organisasi, mereka juga akan berusaha mencapai tujuannya sendiri. Organisasi bisa berjalan dengan efektif apabila keseimbangan tujuan organisasi dengan tujuan anggotanya dapat terjaga.
Bernard percaya bahwa keseimbangan antara tujuan organisasi dengan individu dapat dijaga apabila manajer mengerti konsep wilayah penerimaan (zone of acceptance), dimana pekerja akan menerima instruksi atasannya tanpa mempertanyakan otoritas manajemen.
(3) Teori Manajemen Kontemporer.
Beberapa pendekatan sudah dibicarakan dimuka, dimana pendekatan-pendekatan tersebut mengalami perkembangan. Ada beberapa perkembangan yang cenderung mengintegrasikan pendekatan-pendekatan sebelumnya, menjadikan batas-batas pendekatan yang telah dibicarakan menjadi tidak jelas. Namun demikian ada pendekatan yang tetap berakar pada pendekatan-pendekatan tertentu. Bagian berikut ini akan membicarakan pendekatan baru dalam manajemen :
1) Pendekatan Sistem
Sistem dapat diartikan sebagai gabungan sub-sub sistem yang saling berkaitan. Organisasi sebagai suatu sistem akan dipandang secara keseluruhan, terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan (sub-sistem), dan sistem/organisasi tersebut akan berinteraksi dengan lingkungan.
Model pendekatan sistem dapat digambarkan sebagai berikut[10] :
Pada proses selanjutnya pendekatan inilah yang selama ini digunakan dalam sistem Informasi Dunia Pendidikan di indonesia. Sebelum munculnya sistem pendekatan-pendekatan yang baru.
2) Pendekatan Situasional (Contingency)
Pendekatan ini menganggap bahwa efektivitas manajemen tergantung pada situasi yang melatarbelakanginya. Prinsip manajemen yang sukses pada situasi tertentu, belum tentu efektif apabila digunakan di situasi lainnya. Tugas manajer adalah mencari teknik yang paling baik untuk mencapai tujuan organisasi, dengan melihat situasi, kondisi, dan waktu yang tertentu.
Pendekatan situasional memberikan “resep praktis” terhadap persoalan manajemen. Tidak mengherankan jika pendekatan ini dikembangkan manajer, konsultan, atau peneliti yang banyak berkecimpung dengan dunia nyata. Pendekatan ini menyadarkan manajer bahwa kompleksitas situasi manajerial, membuat manajer fleksibel atau sensitif dalam memilih teknik-teknik manajemen yang terbaik berdasarkan situasi yang ada.
Namun pendekatan ini dalam perkembangannya dikritik karena tidak menawarkan sesuatu yang baru. Pendekatan ini juga belum dapat dikatakan sebagai aliran atau disiplin manajemen baru, yang mempunyai batas-batas yang jelas.
3) Pendekatan Hubungan Manusia Baru (Neo-Human Relation)
Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan sis positif manusia dan manajemen ilmiah. Pendekatan ini melihat bahwa manusia merupakan makhluk yang emosional, intuitif, dan kreatif. Dengan memahami kedudukan manusia tersebut, prinsip manajemen dapat dikembangkan lebih lanjut. Tokoh yang dapat disebut mewakili aliran ini adalah W. Edwadr Deming, yang mengembangkan prinsip-prinsip manajemen seperti Fayol yang berfokus pada kualitas kerja dan hubungan antar karyawan.
Dalam perjalanannya pendekatan ini masih membutuhkan waktu untuk sampai dikatakan sebagai aliran manajemen baru. Meskipun demikian pendekatan tersebut cukup populer baik dilingkungan akademis maupun praktis. Ide-ide pendekatan tersebut banyak mempengaruhi praktek manajemen saat ini.
4. STUDI KASUS DI INDONESIA
a. Penerapan Informasi Dunia Pendidikan di Indonesia
Ada dua hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan dunia pendidikan, yakni (1) evaluasi pendidikan, dan (2) pemikiran untuk memfungsikan pendidikan di Indonesia. Dari dua hal ini ketika kita tarik kedalam menejemen pendidikan yang berjalan di Indonesia, ada beberapa fenomena menarik yang sangat menonjol dewasa ini, diantaranya ialah : a) pendidikan kita tidak mendewasakan anak didik, b) pendidikan kita telah kehilangan objektivitasnya, c) pendidikan kita tidak menumbuhkan pola berfikir, d) pendidikan kita tidak menghasilkan manusia terdidik, e) pendidikan kita dirasa membelenggu, f) pendidikan kita belum mampu membangun individu belajar, g) pendidikan kita dirasa linier-indroktinatif, h) pendidikan kita belum mampu menghasilkan kemandirian, dan i) pendidikan kita belum mampu memberdayakan dan membudayakan peserta didik.
Fenomena tersebut di atas, itu semua adalah tentang evaluasi dari pendidikan kita yang ada sekarang ini. Sedangkan pemikiran untuk memfungsikan pendidikan di Indonesia dirasa selain merupakan tuntutan kebutuhan di atas, juga dibutuhkan adanya (1) “peace education” pendidikan yang damai / menyejukkan; (2) pendidikan yang mampu membangun kehidupan demokratik; (3) pendidikan yang mampu menumbuhkan semangat menjunjung tinggi HAM, dan (4) pendidikan yang mampu membangun keutuhan pribadi manusia berbudaya.
Dari persoalan tersebut diatas, jelas bahwa dunia pendidikan kita masih jauh dari nilai-nilai yang ingin dicapai. Apa yang salah dari ini semua? Sebuah pertanyaan yang mungkin akan kita jawab bersama sebagai manusia yang peduli terhadap dunia pendidikan. Kalau kita cermati lebih jauh, apa yang telah diperbuat oleh lembaga pendidikan dewasa ini - yang telah dengan susah payah menerapkan berbagai teori Informasi Dunia Pendidikan yang cocok untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan – masih jauh dari harapan yang sebenarnya.
Kebijakan mulai dari CBSA (cara belajar siswa aktif) sampai sekarang yang didengung-dengungkan dengan KBK (kurikulum berbasis kompetensi) adalah berbagai upaya dunia pendidikan kita untuk mencerdaskan anak didiknya sesuai dengan perkembangan zaman. Muncul lagi MBS (manajemen berbasis sekolah) adalah sebuah alternatif pemecahan yang menginginkan pengelolaan pendidikan yang dibebankan kepada sekolah, sehingga apa yang diinginkan suatu daerah (lembaga pendidikan) terhadap potensi anak didiknya bisa tersalurkan dengan baik. Ini adalah sedikit tentang bagaimana sebenarnya penerapan pendidikan di Indonesia, dn masih banyak lagi model-model yang diterapkan.
Kalau kita lihat bagaimana sebuah lembaga pendidikan menerapkan apa yang telah ada dalam teori Informasi Dunia Pendidikan, maka mungkin apa yang terjadi di atas minimal dapat terhindarkan. Lagi-lagi itu semua karena kebijakan pendidikan kita selama ini masih sangat semrawut. Sehingga hasil yang diharapkan dari komponen-komponen penyelenggara pendidikan antara satu komponen dengan komponen yang lain masih sangat jauh berbeda bahkan ada yang bertentangan.
b. Beberapa Masalah Manajemen di Indonesia
Sejak zaman orde lama, orde baru sampai sekarang zaman reformasi, sistem pendidikan Nasional kita masih belum mempunyai perubahan yang signifikan. Persoalan pendidikan di Indonesia dewasa ini sangat kompleks. Permasalahan yang besar antara lain menyangkut persoalan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, dan Informasi Dunia Pendidikan. Mengenai mutu pendidikan menurut Paul Suparno adalah masalah mengenai kurikulum, proses pembelajaran, evaluasi, buku ajar, mutu guru, sarana dan prasarana. Termasuk pemerataan pendidikan adalah masih banyaknya anak umur sekolah yang tidak dapat menikmati pendidikan formal di sekolah. Sedang persoalan Informasi Dunia Pendidikan adalah menyangkut segala macam pengaturan pendidikan seperti otonomi pendidikan, birokrasi, dan transparansi agar kualitas dam pemerataan pendidikan dapat terselesaikan.[11]
Inilah persoalan yang besar sebenarnya, karena bagaimanapun juga ketika sebuah intitusi pendidikan tidak mempunyai sistim Informasi Dunia Pendidikan yang baik, maka dapat dipastikan mutu pendidikannya pun bisa jadi tidak baik pula. Sebagaimana yang dirasakan dalam sistem Informasi Dunia Pendidikan kita dewasa ini, dengan munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dimungkinkan akan sedikit menjawab persoalan tersebut.
Di atas juga sudah diterangkan tentang manajemen secara umum yang itu diterapkan dalan Informasi Dunia Pendidikan kita. Seperti halnya sistem manajemen yang ditemukan oleh tokoh-tokoh manajemen, yaitu (POAC) Planning, Organizing, Actuating, dan Controling. Adalah sistem manajemen yang sangat luar biasa ketika itu dilakasanakan dengan sempurna.
Sistem Informasi Dunia Pendidikan yang terjadi di Indonesia sejak zaman orde baru (yang masih menggunakan Informasi Dunia Pendidikan sentralistik) sampai kemudian muncul Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang sudah cenderung kepada otomisasi lembaga-lembaga pendidikan (desentralisasi pendidikan), mempunyai arti yang sangat luas. Disamping mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Persoalan inilah yang akan kita bahas selanjutnya.
c. Analisis
Sejak zaman Orde Baru telah banyak yang di capai dalam pembangunan nasional termasuk bidang pendidikan. Kemajuan ini juga mendapat pengakuan dari seluruh dunia dengan diberikannya penghargaan Avisiena kepada Presiden Republik Indonesia karena keberhasilan melaksanakan wajib belajar sekolah dasar. Namun ditengah-tengah kesuksesan yang telah dicapai tersebut masih banyak permasalahan yang perlu diselesaikan, seperti halnya pengangguran tenaga-tenaga terdidik hasil dari sistem pendidikan kita. Disatu pihak pendidikan kita telah melahirkan lulusan pendidikan tinggi dan menengah tetapi dilain pihak menambah pengangguran.[12]
Sebagaimana dijelaskan oleh H.A.R Tilaar, bahwa di dalam sistem pendidikan sekurang-kurangnya berisi faktor-faktor biaya, pengelola, institusi, dan sistem manajemennya.[13] Sistem Informasi Dunia Pendidikan kita (era orde lama dan orde baru) masih terlalu sentralistik (pemerintah pusat), sebagaimana kita tahu bahwa suatu sistem yang sentralistik dan birokratik, maka ruang-gerak untuk inovasi sangat terbatas. Demikian pula kreativitas dari para pendidiknya boleh dikatakan menjadi hilang karena segala sesuatu telah ditentukan menurut garis-garis yang ditentukan. Sehingga apa yang diinginkan daerah (lembaga pendidikan) tidak tercapai karena sifat yang sentralistik tersebut. Hasilnya adalah jumlah out-put banyak namun itu menambah pengangguran yang banyak pula.
Pada era reformasi mulai muncul Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) seiring dengan bergulirnya otonomi daerah (pelimpahan wewenang pemerintah pusat pada pemerintah daerah). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam bahasa Inggris disebut ”School Based Management” merupakan strategi yang jitu untuk mencapai manajemen sekolah yang efektif dan efisien. Konsep ini pertama kali muncul di Amerika Serikat, latar belakangnya adalah ketika itu masyarakat mempertanyakan apa yang dapat diberikan sekolah kepada masyarakat dan juga apa relevansi dan korelasi pendidikan dengan tuntutan maupun kebutuhan masyarakat.[14]
Model MBS ini adalah suatu ide dimana kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar, yakni sekolah. Konsep ini didasarkan pada “Self Determination Theory” yang menyatakan bahwa apabila seseorang atau kelompok memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan tersebut.[15] Dalam pelaksanaan MBS tersirat adanya tugas sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan menggunakan strategi yang lebih memberdayakan semua potensi sekolah secara optimal.
Sisi kelebihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dibandingkan dengan model sentralistik adalah sekolah memiliki kekuasaan, antara lain : (1) mengambil keputusan berkaitan dengan pengelolaan kurikulum; (2) keputusan berkaitan dengan rekruitmen dan pengelolaan guru dan pegawai administrasi; (3) keputusan berkaitan dengan pengelolaan sekolah. Dengan demikian dapat dilihat sekaligus ditegaskan bahwa model MBS ini pada hakekatnya adalah memberikan otonomi yang lebih luas kepada sekolah, dengan tujuan akhir meningkatkan mutu hasil penyelenggaraan pendidikan melalui peningkatan kinerja dan partisipasi semua stakeholdernya.
Demikian pula yang disampaikan Mulyasa bahwa kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut : (1) Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru; (2) Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal; dan (3) Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.[16]
Disamping itu dalam sebuah sekolah, tanggung jawab pokok untuk pembentukan moral dan intelektual akhirnya tidak terletak pada salah satu prosedur atau kegiatan baik intra-kurikuler maupun ekstra-kurikuler; akan tetapi terletak pada pengajarnya. Sekolah merupakan kebersamaan bersemuka, tempat hubungan personel otentik antara pengajar dan pelajar dapat berkembang. Tanpa persahabatan ragam itu banyak kekuatan dari pendidikan dan pengajaran akan menghilang. Hubungan saling percaya dan persahabatan otentik antara pengajar dan pelajar merupakan syarat mutlak pertumbuhan sejati dari komitmen kepada nilai-nilai. Proses itu semua akan terwujud ketika berada dalam ruang lingkup manajemen yang baik, dan ini menurut J. Drost, SJ akan terwujud dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)[17].

DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, Dr. M.Pd., Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi), Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, cet. 3 & 4, 2003.
H. Syaiful Sagala, Dr. M.Pd., Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung. 2000.
H.A.R. Tilaar, Prof. Dr. M.Sc.Ed., Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional (dalam perspektif abad 21), Magelang, Tera Indonesia. 1998.
J. Drost, SJ., Dari KBK (Kurikulum Bertujuan Kompetensi) Sampai MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Jakarta, PT. Kompas Media Nusantara, 2005.
Luwis R. Benston, Supervision and Management, New York, McGraw Hill Book Company, 1972.
Made Pidarta, Prof. Dr., Informasi Dunia Pendidikan Indonesia, Crt. II, Jakarta, Rineka Cipta, 2004.
Mamduh M. Hanafi, Drs. MBA, Manajemen, Yogyakarta, Unit Penerbitan dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 1997.
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung, 1985.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Yogyakarta, Media Wacana Press, 2003.
Wajong J, Fungsi Administrasi Negara, Jakarta, Djambatan, 1983.
________________________________________
[1] Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Yogyakarta, Media Wacana Press, 2003. hlm. 9
[2] Drs. Mamduh M. Hanafi, MBA, Manajemen, Yogyakarta, Unit Penerbitan dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 1997. hlm. 30
[3] Prof. Dr. Made Pidarta, Informasi Dunia Pendidikan Indonesia, Crt. II, Jakarta, Rineka Cipta, 2004, hlm. 1
[4] Wajong J, Fungsi Administrasi Negara, Jakarta, Djambatan, 1983. hlm. 01 & 27.
[5] Luwis R. Benston, Supervision and Management, New York, McGraw Hill Book Company, 1972, hlm. 278-279.
[6] Drs. Mamduh M. Hanafi, MBA, Op_Cit., hlm. 6
[7] Dr. H. Syaiul Sagala, M.Pd, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung, Alfabeta, 2000, hlm. 22
[8] Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung, 1985.
[9] Prof. Dr. Made Pidarta, Op_Cit., hlm. 04
[10] Drs. Mamduh M. Hanafi, MBA, Op_Cit., hlm. 46
[11] J. Drost, SJ., Dari KBK (Kurikulum Bertujuan Kompetensi) Sampai MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Jakarta, PT. Kompas Media Nusantara. 2005. hlm. ix.
[12] Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed., Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional (dalam perspektif abad 21), Magelang, Tera Indonesia. 1998. hlm. 75
[13] Ibid. hlm. 79.
[14] Dr. H. Syaiful Sagala, M.Pd., Op_Cit., hlm. 78.
[15] Ibid., hlm. 79.
[16] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi), Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, cet. 3 & 4, 2003. hlm. 24.
[17] J. Drost, SJ., Op_Cit., hlm. 120-125.


Baca Selengkapnya ....

TEORI BELAJAR

Posted by Unknown 0 comments
 Arti dan Pengertian Belajar Menurut Para Pakar Pendidikan
Learning is the process by which an activity originates or is charged through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environments) as distinguished from changes by factor not attributable to training.
Petikan di atas adalah apa yang disampaikan oleh tokoh pendidikan bernama Ernest ER Hilgard, artinya: seseorang dapat dikatakan belajar jika dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah (Dakir, 1993)
Lee Cronbach menyebutkan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Sebaik-baik belajar menurut Cronbach adalah dengan mengalami sesuatu. Mengalami sesuatu  yaitu dengan mempergunakan panca inderanya, mata untuk mengamati, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk merasa, kulit juga untuk merasakan sesuatu, sehingga diharapkan seorang pembelajar mampu membaca, mengamati, meniru kemudian mengolahnya.
Dalam sebuah situs ensiklopedia ternama disebutkan bahwa belajar adalah mencari pengetahuan baru atau memodifikasi pengetahuan yang sudah ada, perilaku, keterampilan, nilai atau preferensi, dan mungkin melibatkan sintesis berbagai jenis informasi.
Sementara itu, Degeng menyatakan bahwa belajar adalah pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang suka dimiliki pelajar, ini berarti dalam proses belajar, pelajar akan mengaitkan pengetahuan atau ilmu yang telah diserap dalam memorinya, kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru.
Walker menyebutkan definisi belajar yaitu suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak memiliki keterkaitan dengan kedewasaan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus maupun faktor-faktor yang bersifat samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.
Teori belajar sibernetik 
Teori ini merupakan teori belajar yang dianggap paling baru, berkembang sejalur dengan kemajuan ilmu informasi. Menurut teori belajar sibernetik ini, belajar adalah sebuah pengelolaan informasi.
Jika melihat secara kasat mata, teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar kognitif yang mementingkan pada proses, tetapi esensi yang paling penting adalah sistem informasi yang diproses itu, kemudian informasi inilah yang akan menentukan suatu proses.
Pendapat lain yang sepaham dengan teori sibernetik adalah tidak adanya suatu proses belajar yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk semua siswa. Maka, sebuah informasi mungkin akan dipelajarai seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama tersebut mungkin saja akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.

Teori humanisme
Teori humanisme disebut sebagai teori yang paling abstrak. yaitu teori yang paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan dan merupakan proses belajar yang paling ideal dengan ketertarikan pada ide belajar (dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar dengan apa adanya).
Bloom dan Rathwohl merupakan penganut teori belajar aliran humanistik ini. Mereka menunjukkan apa yang mungkin saja dikuasai oleh siswa yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
Wilayah Kognitif, terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu:
  • pengetahuan menghafal
  • pemahaman atau menginterprestasikan
  • aplikasi, dengan menggunakan konsep untuk mengatasi suatu masalah (problem solving)
  • tingkatan analisis, yaitu menjabarkan suatu konsep
  • sintesis, yaitu menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh
  • evaluasi, dengan membandingkan nilai-nilai, ide, metode, cara, konsep, dan lain sebagainya
Kawasan Psikomotorik, yang terdiri dari 5 (lima) tingkatan, yaitu:
  • peniruan
  • penggunaan konsep untuk melakukan gerak
  • keakuratan
  • perangkaian, melakukan beberapa gerakan sekaligus ddengan benar
  • naturalisasi yaitu melakukan gerakan secara wajar
Wilayah Afektif, terdiri dari lima (5) tingkatan, yaitu:
  • pengenalan, dengan ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu
  • merespon aktif
  • penghargaan
  • pengorganisasian
  • pengalaman
Model Belajar Bloom inilah yang paling populer digunakan sebagai rujukan para pengajar atau pendidik di Indonesia.
Pakar pendidikan yang menganut faham belajar humanistik lain adalah Kolb, yang membagi tahapan belajar menjadi empat, yaitu:
  1. Pengalaman nyata.
  2. Pengamatan aktif dan reflektif.
  3. Konseptualisasi.
  4. Percobaan secara aktif.
Pada tahap paling awal dalam proses belajar, seorang siswa mungkin hanya mampu ikut mengalami suatu kejadian, namun belum mempunyai kesadaran tentang hakekat kejadian tersebut. Siswa juga belum memahami mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi seperti itu.

Pada tahap kedua proses belajar menurut penganut Teori belajar Aliran Humanisme ini adalah, siswa tersebut lama-kelamaan akan mampu melakukan pengamatan aktif terhadap kejadian tersebut. kemudian mulai berusaha memikirkan dan memahaminya. Kemudian pada tahap belajar berikutnya, siswa mulai belajar untuk membangun abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini, siswa diharapkan sudah mampu membuat aturan-aturan umum dari beberapa contoh kejadian yang walaupun nampak berbeda-beda, namun mempunyai acuan aturan yang sama. Kemudian, terjadilah tahap eksperimen aktif pada tahap akhir, yaitu siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke kondisi yang baru.
Kolb juga menyebutkan bahwa, siklus belajar seperti tersebut di atas terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran siswa.
Tipe-tipe siswa yang terlibat dalam tahapan tersebut juga bermacam-macam. Ada siswa yang bertipe reflektor, ia akan sangat berhati-hati dalam melangkah. Ia akan bersifat konservatif atau lebih menimbang-nimbang antara baik dan buruknya secara cermat sebelum mengambil sebuah keputusan. Hal ini tidak terjadi pada siswa yang bersifat teoris, ia akan sangat kritis dan menjadi analisator yang baik, serta tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subyektif.
Menurut siswa yang bertipe teoris, berpikir rasional merupakan hal yang sangat penting (ia tidak menyukai hal-hal yang spekulatif)
Kemudian, siswa yang bertipe pragmatis lebih mnaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari semua hal. Menurutnya, teori memang penting, namun untuk apa jika teori tersebut tidak dipraktekkan. Bagi mereka, semua yang diteorikan harus bisa dipraktikkan.

Teori Belajar Paham Kognitif
Kepentingan proses belajar merupakan pengaruh utama dari teori belajar paham kognitif ini. Perlu diketahui bahwa belajar tidak hanya berhubungan antara respon dan stimulus, namun juga melibatkan proses berpikir yang kompleks.
Teori kognitif menyebutkan bahwa, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Jean Piaget menyebutkan bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
  • Proses Asimilasi, yaitu proses penyatuan atau integrasi informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
  • Proses akomodasi, yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
  • Proses Ekuilibrasi. Proses equilibrasi disebut juga proses penyeimbangan, adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Untuk pelajar yang telah memahami prinsip penjumlahan dan prinsip pembagian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah dimengerti) dan prinsip pembagian (sebagai informasi baru), maka ini disebut sebagai proses asimilasi belajar. Jika pelajar diberi soal tentang pembagian, maka situasi ini disebut sebagai akomodasi, yang dalam konteks ini berarti penggunaan prinsp pembagian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik.
Terdapat pula aliran kognitif model Gestalt. ia adalah pakar psikologi. Dalam Bahasa Jerman, “gestalt” berarti “whole configuration”, dapat diartikan sebagai: pola, kesatuan, atau bentuk yang utuh. Dalam belajar, siswa atau pelajar harus mampu menangkap makna dari hubungan antar bagian yang satu dengan yang lain (relasi). Penggunaan makna dari “hubungan” inilah yang disebut memahami, atau insight. Menurut paham Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, utamanya hubungan antara bagian dan keseluruhan. Pengamatan dan pemahaman mendadak utamanya  terhadap hubungan-hubungan antara bagian dan keseluruhan. Ini merupakan konsep yang terpenting dalam teori Gestalt. Teori ini juga menyebutkan bahwa, seorang pengajar dalam proses pembelajaran dengan pelajar tidak memberikan  potongan-potongan atau bagian-bagian, namun selalu suatu kesatuan yang utuh, mendorong siswa untuk menemukan hubungan antar bagian dalam suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung permasalahan-permasalahan.
Teori Gestalt juga menyebutkan bahwa pengamatan manusia awalnya bersifat global terhadap obyek-obyek yang dilihat, sehingga belajar harus dimulai dari keseluruhan, setelah itu berproses pada bagian-bagiannya.
Teori lainnya yang berkaitan dengan paham belajar aliran kognitif adalah Teori Kohler, ia juga penganut paham Gestalt, menyatakan bahwa belajar adalah proses yang didasarkan pada “insight”. Ia membuktikan teorinya dengan penelitiannya terhadap seekor kera di Pulau Canary.
Dalam penelitiannya, Kohler menempatkan seekor kera dalam sebuah kandang yang besar dengan setandan pisang yang digantung di dinding. Kera tidak dapat meraih pisang, namun jika kera tersebut mengumpulkan dan menumpukkan dua kotak kayu bersama-sama, ia dapat mendaki dan meraihnya. Kohler mengamati bagaimana kera belajar untuk menyusun beberapa kotak tersebut untuk mengambil pisang dan mengamati sedikit bukti dari proses, percobaan, dan kesalahan-kesalahan. Kemudian dari hasil pengamatannya tersebut, Kohler menemukian bukti bahwa kera merasakan situasi permasalahan dan percobaan untuk menemukan solusi.
Teori pendukung aliran kognitif lainnya adalah Teori “Cognitive-Field” yang dikembangkan oleh Kurt Lewin dengan meletakkan perhatian kepada kepribadian (personality) dan psikologi sosial. Lewin melihat bahwa masing-masing individu berada dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan kekuatan tersebut disebut sebagai “life space” yang mencakup perwujudan lingkungan tempat individu beraksi. Ia juga menyebutkan bahwa belajar belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif, yaitu hasil dari dua macam kekuatan (satu dari struktur medan itu sendiri dan kekuatan yang lain adalah dari kebutuhan dan motivasi internal individu). Kemudian Lewin memberikan peranan yang lebih pada motivasi ketimbang penghargaan.
Teori pendukung aliran kognitif lainnya adalah Teori Discovery Learning, yang ditemukan oleh J. Bruner dengan mendasarkan pada pendapat Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, maka dari itu Burner menggunakan cara yang disebut seperti di atas, yaitu Discovery Learning, murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Pendapat-pendapat lainnya yang mendukung Discovery Learning adalah pendapat dari J. Dewey dengan Complete Art Reflective Activity atau sering dikenal sebagai Problem Solving. Ide Bruner ini ditulis dalam bukunya berjudul Process of Education yang di dalamnya melaporkan hasil dari suatu konferensi di antara para ahli ilmu pengetahuan, pengajar, dan pendidik tentang pengajaran ilmu pengetahuan. Pendapatnya adalah, mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam membentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dengan cara-cara yang bermakna pada level permulaan pengajaran, kemudian meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner juga menyatakan bahwa, untuk dapat mengembangkan program pengajaran yang efektif bagi anak muda adalah dengan mengkoordinasi metode penyajian bahan sesuai dengan tingkat kemajuan anak dalam mempelajari bahan pelajaran tersebut. Kemudian, dalam proses penyusunan kurikulum yang mencakup mata pelajaran harus ditentukan oleh pengerian yang sangat mendasar bahwa hal tersebut dapat diraih berdasarkan prinsi-prinsip yang memberikan struktur bagi mata pelajaran itu. Dalam proses belajar-mengajarpun guru harus mampu memberikan struktur dari mata pelajaran tersebut , kemudian siswa tersebut harus mampu mempelajari prinsip-prinsip mata pelajaran tersebut sehingga terbentuklah suatu disiplin.
Bruner juga menyarankan bahwa seorang pengajar atau guru haruslah memberikan kepada muridnya untuk menjadi pemecah masalah dengan membiarkan siswa menemukan arti diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam hal yang bisa dimengerti sendiri.
Bruner menyebutkan bahwa di dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu:
  • Memperoleh informasi baru
  • Transformasi informasi
  • Evaluasi
David Ausubel menyampaikan genre dari teori kognitif lainnya dengan membatasi teorinya untuk memahami dengan penuh arti materi verbal, jenis dari subyek permasalahan,yang berada di dalam kelas. Dalam teori Ausubel, yang membedakan dengan teori Bruner adalah, teori Ausubel ini terkait dengan pemahaman dasar dan arti, namun sebaliknya, Bruner tidak menyimpulkan bahwa hal ini harus dilakukan dalam sebuah indikasi penemuan pemahaman.
Ausubel memandang bagian dari kegagalan pemahaman teori-teori untuk memberikan keberhasilan pemecahan permasalahan pendidikan dalam kecenderungan fokus hanya pada satu jenis pemahaman terhadap materi yang diingat. Menurutnya lagi, belajar menerima dan menemukan masing-masing bisa dalam bentuk hapalan atau bermakna, tergantung pada situasi terjadinya belajar. Ia menyebutkan bahwa belajar dengan hafalan akan berbeda dengan belajar bermakna. Menghafal pada dasarnya mendapatkan informasi yang diperoleh ke dalam struktur kognitif belajar. Hafalan itu sendiri adalah dengan mengingat satu-persatu kata, sedangkan “belajar bermakna” merupakan rangkaian proses belajar yang memberikan hasil yang bermakna.  Belajar akan dikatakan bermakna jika informasi yang dipelajari dirangkai sesuai dengan struktur kognitif pelajar, sehingga pelajar mampu mengaitkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur kognitifnya.
Ausubel meyakini bahwa pengatur kemajuan belajar mampu memberikan 3 manfaat, yaitu:
  1. Pengatur kemajuan belajar (advance organizers) dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.
  2. Pengatur kemajuan belajar dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari pelajar saat ini dengan apa yang akan dipelajari pelajar pada masa mendatang, sehingga:
  3. Akan mampu membantu pelajar tersebut untuk memahami beban belajar secara lebih mudah.
Berikut adalah sepuluh (10) kesamaan teori Bruner dan Ausubel:
  1. Teori Kognitif Bruner dan Ausubel menekankan arti pemahaman. Walaupun Bruner meyakini bahwa arti pemahaman harus ditemukan secara induktif dan Ausubel meyakini bahwa hal ini dapat diasimilasi secara deduktif, kedua-duanya saling memberikan tujuan.
  2. Dua teori tersebut menekankan pada hubungan. Bruner menekankan bagaimana segala sesuatu dipelajari harus dihubungkan dengan hal-hal lain dan bagaimana seseorang menemukan arti dalam hubungan ini, sementara Ausubel menjelaskan bagaimana materi baru sipelajari, dihubungkan, atau ditempatkan untuk pengadaan ide-ide dalam susunan kognitif.
  3. kedua teori tersebut menekankan pemahaman isi pokok dari materi daripada mengingat secara harfiah.
  4. Teori Bruner dan Ausubel sama-sama membahas tentang organisasi atau susunan dari disiplin dan Ausubel menjelaskan bagaimana materi dapat diatur dalam susunan kognitif.
  5. Kedua teori tersebut menyetujui bahwa pemahaan sekolah harus diselidiki pada tingkat kerumitan setiap harinya dan tidak mengurangi pada situasi laboratorium yang telah disederhanakan.
  6. Kedua teori kognitif tersebut menekankan kepentingan bahasa sebagai dasar dalam pemikiran manusia dan komunikasi, serta lata utama dalam pemahaman sekolah.
  7. Keduanya adalah sama-sama teori kognitif, yaitu mencoba untuk memahami proses dalam pikiran daripada hanya sekedar mempelajari dunia fisik eksternal.
  8. Kedua teori tersebut menyetujui kebutuhan pokok untuk perbaikan perintah, yaitu untuk membuat pemahaman ruang kelas yang berguna bagi siswa.
Aliran behavioristik
Aliran behavioristik dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai aliran tingkah laku, yaitu perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, sebagaimana yang disebutkan oleh Gredler dan Margaret Bell pada tahun 1986.
R.G Bouring juga berpendapat bahwa, reaksi yang begitu kompleks akan menimbulkan tingkah laku. Prinsip-prinsip behaviorisme (Riyanto, 2008) adalah:
  1. Obyek psikologi adalah tingkah laku.
  2. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada refleks.
  3. Mementingkan terbentuknya kebiasaan.
Dalam teori connectionisme, Edward L. Thorndike menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan pancaindera dan impuls untuk bertindak atau dengan kata lain adanya hubungan antara stimulus dan respon atau disebut BOND. Hal ini melahirkan teori S-R BOND. Terdapat dua hukum dalam belajar, yaitu hukum primer dan hukum sekunder.
Hukum Primer terdiri atas:
  1. Law of Effect adalah perbuatan yang diikuti dengan pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi, namun sebaliknya, jika tidak mendatangkan kepuasan, maka akan ditinggalkan.
  2. Law of Exercise and Repetation, berlatih dengan berulang untuk mendapatkan suatu kekuatan.
  3. Law of Readliness adalah kesiapan untuk bertindak itu terjadi karena adanya penyesuaian diri dengan sekitarnya.
Hukum Sekunder terdiri atas:
  1. Law of Assimilation, yaitu kemampuan penyesuaian diri seseorang terhadap situasi yang baru dan situasi tersebut mempunyai kesamaan unsur.
  2. Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi secara selektif terhadap kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu.
  3. Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang dilaksanakan dengan berbagai variasi uji coba atau yang biasa disebut dengan trial and error untuk mengatasi masalah.
Thorndike menyebutkan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa sesuatu yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti perasaan maupun pikiran, dan hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui panca indera. Respon adalah aksi yang ditimbulkan dari pelajar ketika dalam proses belajar, yang bisa juga berupa perasan, pikiran, atau gerakan.
Watson mengemukakan bahwa stimulus dan respon harus secara behavioral atau berupa tingkah laku yang dapat diamati, dia mengesampingkan berbagai perubahan mental yang barangkali terjadi dalam belajar dan mengenggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui, namun tidak berarti semua perubahan mental yang terjadi pada pelajar adalah tidak penting. Beberapa faktor tersebut tidak mampi menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Semua hal-hal yang tidak diukur lebih suka dianut oleh yang memahami aliran behavioristik ini.
Clarh Hull mengemukakan bahwa behavioristik seseorang berfungsi dalam menjaga kelangsungan hidup, karena dalam teorinya, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan menempata posisi utama yang dikonsepkan sebagai dorongan. Clarh Hull ini juga menganut teori evolusi Darwin.
Erwin Gutrie menganut hukum kontiguiti dalam azas belajar, yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai gerakan, yang kemudian akan diikuti gerakan yang sama ketika waktu timbul kembali, hal itu cenderung akan terjadi. Diperlukan pemberian stimulus sesering mungkin supaya hubungan antara stimulus dan respon berjalan lebih langgeng. Sementara itu, suatu respon akan lebih kuat dan bisa jadi menjadi sebuah kebiasaan bila respon tersebut berhubungan dengan bermacam-macam stimulus, contohnya: seseorang yang terbiasa meminum-minuman keras atau jenis narkoba lainnya akan cenderung berbuat tindak kejahatan dan merasa dunia ini miliknya saja, gagah, dan arogan.
Seorang pengajar harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat, pelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari, dalam mengatur kelas, pengajar tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh seorang anak (Bell, Greder, 1991).


Baca Selengkapnya ....
TEMPLATE CREDIT:
Tempat Belajar SEO Gratis Klik Di Sini - Situs Belanja Online Klik Di Sini - Original design by Bamz | Copyright of Dunia Pendidikan.