Showing posts with label PPD. Show all posts
Showing posts with label PPD. Show all posts

PPD: Perkembangan Fisik , Kognitif, Motorik dan Sosioemosional Pada masa Anak -anak pertengahan dan akhir

Posted by Unknown Monday, June 6, 2011 0 comments
Berikut dipaparkan mengenai Perkembangan Fisik , Kognitif, Motorik dan Sosioemosional Pada masa Anak -anak pertengahan dan akhir. Perkembangan Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak ialah periode perkembangan yang merentang dari usia kira-kira 7 hingga 12 tahun, yang kira-kira setara dengan tahun-tahun sekolah dasar; periode ini kadang-kadang disebut "tahun-tahun sekolah dasar". Ketrampilan-ketrampilan fundamental seperti membaca, menulis dan berhitung telah dikuasai. Anak secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan kebudayaannya. Prestasi menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat.

Perkembangan fisik:
Selama tahun-tahun sekolah dasar anak-anak bertumbuh rata-rata 5 hingga 7,6 cm setahun sehingga pada usia 11 tahun, tinggi rata-rata anak perempuan 147 cm dan tinggi rata-rata anak laki-laki 146 cm. Kaki anak-anak menjadi lebih panjang dan tubuh lebih kurus. Selama tahun-tahun pertengahan dan akhir masa anak-anak, berat anak-anak bertambah rata-rata 2,3 hingga 3,2 kg pertahun. Berat meningkat terutama karena bertambahnya ukuran sistem rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh. Massa dan kekuatan otot berangsur-angsur bertambah pada saat yang sama “gemuk bayi” (baby fat) berkurang. Kemampuan-kemampuan kekuatan mereka berlipat ganda selama tahun-tahun ini. Ketika anak-anak memasuki jenjang sekolah dasar, mereka memperoleh kendali yang lebih besar atas tubuh mereka. Aktivitas fisik sangat penting bagi mereka untuk memperhalus keterampilan-keterampilan mereka yang sedang berkembang. Selama masa pertengahan dan akhir masa anak-anak, perkembangan motorik anak-anak menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi daripada masa awal anak-anak.

Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan masa bayi. Anak – anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus ketrampilan – ketrampilan motorik, anak – anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang bersifat informal dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak – anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti senam, berenang, dll.

Beberapa perkembangan motorik (kasar maupun halus) selama periode ini, antara lain :

a). Anak Usia 5 Tahun

- Mampu melompat dan menari

- Menggambarkan orang yang terdiri dari kepala, lengan dan badan

- Dapat menghitung jari – jarinya

- Mendengar dan mengulang hal – hal penting dan mampu bercerita

- Mempunyai minat terhadap kata-kata baru beserta artinya

- Memprotes bila dilarang apa yang menjadi keinginannya

- Mampu membedakan besar dan kecil

b). Anak Usia 6 Tahun

- Ketangkasan meningkat

- Melompat tali

- Bermain sepeda

- Mengetahui kanan dan kiri

- Mungkin bertindak menentang dan tidak sopan

- Mampu menguraikan objek-objek dengan gambar

c). Anak Usia 7 Tahun

- Mulai membaca dengan lancar

- Cemas terhadap kegagalan

- Peningkatan minat pada bidang spiritual

- Kadang Malu atau sedih

d). Anak Usia 8 – 9 Tahun

- Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat

- Mampu menggunakan peralatan rumah tangga

- Ketrampilan lebih individual

- Ingin terlibat dalam sesuatu

- Menyukai kelompok dan mode

- Mencari teman secara aktif.

e). Anak Usia 10 – 12 Tahun

- Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang berhubungan dengan pubertas mulai tampak

- Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci, menjemur pakaian sendiri , dll.

- Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantu orang lain

- Mulai tertarik dengan lawan jenis.

Perkembangan kognitif:
Karakteristik perkembangan kognitif pada masa pertengahan anak-anak adalah pemikiran operasional konkret. Dimana, pada tahap ini dapat melakukan operasi-operasi dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan keterampilan-keterampilan konservasi; penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret; tidak abstrak (misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljbar); keterampilan-keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan sub-subperangkat dan bernalat tentang keterkaitannya. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka.


Perkembangan sosioemosional:
Menurut suatu investigasi, waktu yang dihabiskan oleh orangtua untuk mengasuh, mengajar berbicara dan bermain dengan anak-anak mereka yang berusia 5 hingga 12 tahun kurang dari setengah dari waktu yang dihabiskan ketika anak-anak masih lebih kecil (Hill & Stafford, 1980). Penurunan interaksi orangtua-anak ini mungkin bahkan lebih tajam pada keluarga-keluarga yang orangtuanya kurang berpendidikan. Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak meluangkan banyak waktunya dalam berinteraksi dengan teman sebaya sebesar lebih dari 40% (Barker & Wright, 1951). Relasi saling pengertian antara orangtua dan anak-anak menjadi semakin penting dalam hubungan keluarga selama masa pertengahan dan akhir anak-anak. Kognisi sosial (social cognition) anak-anak tentang teman-teman sebaya mereka juga menjadi semakin penting untuk memahami hubungan teman sebaya pada masa pertengahan dan akhir anak-anak. Diantaranya adalah bagaimana anak-anak memproses informasi tentang relasi-relasi teman sebaya dan pengetahuan sosial mereka (Crick & Dodge, 1994; Dodge, 1993; Quiggle, dkk, 1992). Persahabatan memiliki aspek yang sangat penting pada usia pertengahan dan akhir anak-anak. Persahabatan memiliki enam fungsi dan diantaranya adalah memiliki sikap yang sama terhadap suatu hal dan menyukai jenis kegiatan yang pengisi waktu luang yang sama. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, pemahaman diri berubah secara pesat dari mendefinisikan diri melalui karakteristik eksternal menjadi mendefinisikan diri melalui karakteristik internal. Anak-anak sekolah dasar juga lebih cenderung mendefinisikan diri mereka sendiri dilihat dari karakteistik sosial dan perbandingan sosial. Pemahaman diri anak-anak pada tahun-tahun sekolah dasar juga mencakup peningkatan acuan pada perbandingan sosial (social comprison). Pada tahap perkembangan ini, anak-anak lebih cenderung membedakan diri mereka dari orang lain secara komparatif daripada secara absolut. Misalnya, anak-anak usia sekolah dasar tidak lagi cenderung berpikir tentang apa yang aku lakukan atau tidak kulakukan, tetapi tentang apa yang dapat aku lakukan dibandingkan dengan orang lain (in comparison with others).

Download referensi materi ini
Materi 1 DOWNLOAD
Materi 2 DOWNLOAD
Materi 3 DOWNLOAD
Materi 4 DOWNLOAD
Materi 5 DOWNLOAD
Materi 6 DOWNLOAD

Baca Selengkapnya ....

PPD: social theory

Posted by Unknown Thursday, May 12, 2011 0 comments

1. Teori Belajar Behaviorisme

Menurut teori belajar ini adalaj perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak bisa menjadi bisa membaca).

Yang terpenting dari teori ini adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan out put yang berupa respons. Sedang apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah rekasi terhadap stimulus yang diberikan gurunya.

Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):

· Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya

· Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya

· Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum

· Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif

Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:

· Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.

· Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks

Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.

2. Teori Belajar Kognitivisme

Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut:

No

Piaget

Brunner

Ausubel

1

2

Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa

Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

a. Asimilasi

b. Akomodasi

c. Equilibrasi

Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa

Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

a. Enaktif (aktivitas)

b. Ekonik (visual verbal)

c. Simbolik

Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru

Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:

a. Memperhatikan stimulus yang diberikan

b. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.

Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu

2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks

3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian

Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:

1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah

2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

3. Teori Belajar Humanistik

Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si belajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si belajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Secara umum teori ini cenderung bersifat elektik dalam arti memanfaatkan teknik belajar apapun agar tujuan belajar dapat tercapai. Sebagai contoh teori ini terwujud dalam karya David Krathwol dan Benjamin Bloom (Taksonomi Bloom), Klob (belajar empat tahap), Honey and Mumford (pembagian tentang macam siswa) dan Habermes (tiga macam tipe belajar).

Teori humanistik ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.

4. Teori belajar Sibernetik

Teori ini masih baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah dijelaskan sebelumnya . Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi . Teori ini berasumsi bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Teori ini dikembangkan oleh Landa (dalam bentuk pendekatan algoritmik dan Neuristik) serta Pask and Scott dengan pembagian tipe siswa yaitu type Wholist dan type Ferialist.

Teori sibenrnetik ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, tetapi kurang memperhatikan bagaimana proses belajar berlangsung sehingga untuk selanjutnya banyak yang berasumsi bahwa teori ini sulit untuk dipraktekkan.

Aplikasi teori sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong untuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.

C. Teori Instruksional

Teori instruksional merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan yang memberikan preskripsi untuk mengatur situasi atau lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat membantu si belajar memperoleh informasi dan keterampilan baru dengan memperhatikan informasi dan keterampilan yang telah dipel;ajari sebelumnya.

Teori instruksional dapat bersifat perspektif dan deskriptif. Teori instruksional perspektif berguna untuk mengoptimalkan hasil pengajaran yang diinginkan dibawah kondisi tertentu, sedangkan teori instruksional deskriptif berisi gambaran mengenai hasil pengajaran yang muncul sebagai akibat dan digunakannya metode tertentu dibawah kondisi tertentu pula.

E. Ciri – Ciri Belajar Dan Pembelajaran
1. Pengaruh “Kematangan” individu terhadap proses dan hasil belajar
a. Kematangan (maturity) ialah keadaan atau kondisi baik yang berkaitan dengan aspek bentuk, struktur maupun fungsi yang lengkap pada suatu organisme
b. Kematangan membentuk sifat dan kekuatan dalam diri individu yang ber-sangkutan untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disebut kesiapan (readines) kesiapan artinya seseorang individu telah siap betingkah laku, baik/tingkah laku yang bersifat instingtif maupun tingkah laku yang dipelajari.
c. Kematangan dapat mendukung terjadinya proses belajar yang effektif dan efesien akan tetapi kematangan dicapai tidak mesti melalui proses balajar.2. Kondisi fisik dan mental dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar
a. Diantara kondisi fisik dan mental yang mempengaruhi kegiatan belajar adalah
1. perubahan alat dria
2. kelelahan fisik (alat organisme)
3. kesehatan badan terganggu
4. fostur tubuh tidak memenuhi tuntutan tugas – tugas akademik
b. Perubahan kondisi mental berkaitan dengan
1. motivasi
2. minat
3. sikap
4. kematangan meliputi intelektual, emosional, sosial
5. keseimbangan pribadi (balance personality)
6. perhatian (konsentrasi)
7. kepribadian
8. percaya diri (self confidence)
9. disiplin diri (self diciplin)
10. dorongan ingin tahu (natural curriosity)

Teori Belajar Sosial (sosial Learning Theory) dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam seting yang alami/lingkungan sebenarnya untuk melakukan perubahan-perubahan tingkah laku. Hasil penelitian para ahli teori belajar spt Skinner dan Thorndike dilakukan tidak dalam situasi sosial tetapi hasilnya untuk situasi sosial. Sedangkan menurut Bandura, dalam situasi sosial ternyata orang bisa lebih cepat belajar dengan mengamati tingkah laku orang lain. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pembelajaryang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), Harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Tingkah laku dihadirkan oleh “model”. Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model). Dalam konsepnya, jelaslah bahwa Bandura meningikutsertakan unsur kognitif.

Belajar sosial (juga dikenal sebagai belajar observasional atau belajar vicarious atau belajar dari model) adalah proses belajar yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan, penguasaan dan, dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis belajar ini banyak diasosiasikan dengan penelitian Albert Bandura, yang membuat teori belajar sosial. Di dalamnya ada proses belajar meniru atau menjadikan model tindakan orang lain melalui pengamatan terhadap orang tersebut. Penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya hubungan antara belajar sosial dengan belajar melalui pengkondisian klasik dan operant.[1]

Banyak yang secara salah menyamakan belajar observasional dengan belajar melalui imitasi. Kedua istilah ini berbeda dalam arti bahwa belajar observasional mengarah pada perubahan perilaku akibat mengamati model. Ini tidak selalu berarti bahwa perilaku yang ditunjukkan orang lain diduplikasi. Bisa saja si pengamat justru melakukan sesuatu yang sebaliknya dari yang dilakukan model karena ia telah mempelajari konsekuensi dari perilaku tersebut pada si model. Dalam hal ini adalah belajar untuk tidak melakukan sesuatu dan ini berarti terjadi belajar observasional tanpa adanya imitasi.

Walau belajar observasional dapat terjadi dalam setiap tahapa kehidupan, tapi terutama terjadi saat pada anak-anak, karena pada saat itu otoritas dianggap penting. Penelitian Bandura mengenai boneka Bobo merupakan demonstrasi dari belajar observasional dan ditunjukkan bahwa anak cenderung terlibat dalam perlakuan yang bengis terhadap boneka setelah melihat orang dewasa di televisi melakukan hal tersebut pada boneka yang sama. Bagimanapun, anak mungkin akan melakukan peniruan bila perilaku model mendapat penguatan. Permasalahannya, seperti diteliti oleh Otto Larson (1968), bahwa 56% karakter dalam acara televisi anak mencapai tujuannya melalui tindakan kekerasan

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Ringkasan: Bandura Teori Belajar Sosial berpendapat bahwa orang belajar dari satu sama lain, melalui pengamatan, peniruan, dan modeling. The theory has often been called a bridge between behaviorist and cognitive learning theories because it encompasses attention, memory, and motivation. Teori ini sering disebut sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi.

Originator: Albert Bandura Asal: Albert Bandura

Key Terms: Modeling, reciprocal determinism Syarat kunci: Pemodelan, determinisme timbal-balik

Social Learning Theory (Bandura) Teori Belajar Sosial (Bandura)

People learn through observing others' behavior, attitudes, and outcomes of those behaviors. Orang-orang belajar melalui pengamatan perilaku orang lain, sikap, dan hasil dari perilaku. “Most human behavior is learned observationally through modeling: from observing others, one forms an idea of how new behaviors are performed, and on later occasions this coded information serves as a guide for action.” (Bandura). "Kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan: dari mengamati orang lain, satu bentuk ide tentang bagaimana perilaku baru dilakukan, dan pada kesempatan kemudian informasi ini kode berfungsi sebagai panduan untuk bertindak." (Bandura). Social learning theory explains human behavior in terms of continuous reciprocal interaction between cognitive, behavioral, and environmental influences. Sosial teori belajar menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi pengaruh timbal-balik terus menerus antara kognitif, perilaku, dan lingkungan.

Necessary conditions for effective modeling: Diperlukan kondisi untuk pemodelan yang efektif:

  1. Attention — various factors increase or decrease the amount of attention paid. berbagai faktor Perhatian - peningkatan atau penurunan jumlah perhatian dibayar. Includes distinctiveness, affective valence, prevalence, complexity, functional value. Termasuk kekhasan, valensi afektif, prevalensi, kompleksitas, nilai fungsional. One's characteristics (eg sensory capacities, arousal level, perceptual set, past reinforcement) affect attention. karakteristik seseorang (misalnya kapasitas sensoris, tingkat gairah, mengatur persepsi, penguatan masa lalu) mempengaruhi perhatian.
  2. Retention — remembering what you paid attention to. Retensi - mengingat apa yang Anda diperhatikan. Includes symbolic coding, mental images, cognitive organization, symbolic rehearsal, motor rehearsal Termasuk pengkodean simbolik, citra mental, organisasi kognitif, latihan simbolis, latihan motor
  3. Reproduction — reproducing the image. Reproduksi - mereproduksi gambar. Including physical capabilities, and self-observation of reproduction. Termasuk kemampuan fisik, dan self-pengamatan reproduksi.
  4. Motivation — having a good reason to imitate. Motivasi - memiliki alasan yang baik untuk meniru. Includes motives such as past (ie traditional behaviorism), promised (imagined incentives) and vicarious (seeing and recalling the reinforced model) Termasuk motif seperti asa masa lalu (behaviorisme tradisional yaitu), berjanji (membayangkan insentif) dan mengganti (melihat dan mengingat model bertulang)

Bandura believed in “reciprocal determinism”, that is, the world and a person's behavior cause each other, while behaviorism essentially states that one's environment causes one's behavior, Bandura, who was studying adolescent aggression, found this too simplistic, and so in addition he suggested that behavior causes environment as well. Bandura percaya pada "determinisme timbal-balik", yaitu dunia dan perilaku seseorang menyebabkan setiap lain, sedangkan behaviorisme dasarnya menyatakan bahwa lingkungan seseorang menyebabkan perilaku seseorang, Bandura, yang sedang belajar agresi remaja, menemukan ini terlalu sederhana, dan di samping dia menyarankan bahwa perilaku menyebabkan lingkungan hidup juga. Later, Bandura soon considered personality as an interaction between three components: the environment, behavior, and one's psychological processes (one's ability to entertain images in minds and language). Kemudian, segera Bandura kepribadian dianggap sebagai interaksi antara tiga komponen: lingkungan, perilaku, dan proses psikologis seseorang (kemampuan seseorang untuk menghibur gambar dalam pikiran dan bahasa).

Social learning theory has sometimes been called a bridge between behaviorist and cognitive learning theories because it encompasses attention, memory, and motivation. Teori belajar sosial kadang-kadang disebut sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi. The theory is related to Vygotsky's Social Development Theory and Lave's Situated Learning , which also emphasize the importance of social learning. Teori ini terkait dengan Vygotsky's Pembangunan Sosial Teori dan Love's Terletak Belajar , yang juga menekankan pentingnya belajar sosial.

  1. Teori-teori Social Learning
    Social Learning Theory
    (1954) yang diajukan oleh Julian Rotter menaruh perhatian pada apa yang dipilih seseorang ketika dihadapkan pada sejumlah alternatif bagaimana akan bertindak. Untuk menjelaskan pilihan, atau arah tindakan, Rotter mencoba menggabungkan dua pendekatan utama dalam psikologi, yaitu pendekatan stimulus-response atau reinforcement dan pendekatan cognitive atau field. Menurut Rotter, motivasi merupakan fungsi dari expectation dan nilai reinforcement. Nilai reinforcement merujuk pada tingkat preferensi terhadap reinforcement tertentu (Berliner & Calfee, 1996).

Teori Belajar Sosial (Bandura)

Orang-orang belajar melalui pengamatan perilaku orang lain, sikap, dan hasil dari perilaku.

"Kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan: dari mengamati orang lain, satu bentuk ide tentang bagaimana perilaku baru dilakukan, dan pada kesempatan kemudian informasi ini kode berfungsi sebagai panduan untuk bertindak.

Sosial teori belajar menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi pengaruh timbal-balik terus menerus antara kognitif, perilaku, dan lingkungan.

Diperlukan kondisi untuk pemodelan yang efektif:

· berbagai faktor Perhatian - peningkatan atau penurunan jumlah perhatian dibayar. Termasuk kekhasan, valensi afektif, prevalensi, kompleksitas, nilai fungsional. karakteristik seseorang (misalnya kapasitas sensoris, tingkat gairah, mengatur persepsi, penguatan masa lalu) mempengaruhi perhatian.

· Retensi - mengingat apa yang Anda diperhatikan. Termasuk pengkodean simbolik, citra mental, organisasi kognitif, latihan simbolis, latihan motor

· Reproduksi - mereproduksi gambar. Termasuk kemampuan fisik, dan self-pengamatan reproduksi.

  • Motivasi - memiliki alasan yang baik untuk meniru. Termasuk motif seperti asa masa lalu (behaviorisme tradisional yaitu), berjanji (membayangkan insentif) dan mengganti (melihat dan mengingat model bertulang)

Bandura percaya pada "determinisme timbal-balik", yaitu dunia dan perilaku seseorang menyebabkan setiap lain, sedangkan behaviorisme dasarnya menyatakan bahwa lingkungan seseorang menyebabkan perilaku seseorang, Bandura, yang sedang belajar agresi remaja, menemukan ini terlalu sederhana, dan di samping dia menyarankan bahwa perilaku menyebabkan lingkungan hidup juga.

Kemudian, segera Bandura kepribadian dianggap sebagai interaksi antara tiga komponen: lingkungan, perilaku, dan proses psikologis seseorang (kemampuan seseorang untuk menghibur gambar dalam pikiran dan bahasa).

Teori belajar sosial kadang-kadang disebut sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi.

Teori ini terkait dengan Vygotsky's Pembangunan Sosial Teori dan Love's Terletak Belajar , yang juga menekankan pentingnya belajar sosial.

  1. Teori-teori Social Learning
    Social Learning Theory
    (1954) yang diajukan oleh Julian Rotter menaruh perhatian pada apa yang dipilih seseorang ketika dihadapkan pada sejumlah alternatif bagaimana akan bertindak. Untuk menjelaskan pilihan, atau arah tindakan, Rotter mencoba menggabungkan dua pendekatan utama dalam psikologi, yaitu pendekatan stimulus-response atau reinforcement dan pendekatan cognitive atau field. Menurut Rotter, motivasi merupakan fungsi dari expectation dan nilai reinforcement. Nilai reinforcement merujuk pada tingkat preferensi terhadap reinforcement tertentu (Berliner & Calfee, 1996).

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Ringkasan: Bandura Teori Belajar Sosial berpendapat bahwa orang belajar dari satu sama lain, melalui pengamatan, peniruan, dan modeling. The theory has often been called a bridge between behaviorist and cognitive learning theories because it encompasses attention, memory, and motivation. Teori ini sering disebut sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi.


download makalah ini disini

download power pointnya disini



Baca Selengkapnya ....

PPD: Social Learning Theory

Posted by Unknown 0 comments

1. Latar Belakang Teori Pembelajaran Sosial

Sebuah teori dalam bidang psikologis yang berguna dalam mengkaji

dampak media massa adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Teori ini dipopulerkan oleh Albert Bandura dan dibantu oleh Richard Walter. Namun, pembelajaran sosial ini pernah diteliti oleh dua orang psikolog, yaitu: Neil Miller dan John Dollard pada tahun 1941.

Albert Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di sebuah kota kecil Mundare sebelah utara Alberta, Kanada. Dia menimba ilmu pada sebuah sekolah dasar kecil, yang menjadi satu dengan sekolah menengah, dengan sumber daya yang minimal sehingga angka kesuksesan belum tinggi. Setelah tamat sekolah menengah, dia bekerja pada sebuah lubang pengisian panas pada Alaska Highway di Yukon. Dia mendapat gelar Sarjana Psikologi dari University of British Columbia pada 1949. Kemuudian, ia melanjutkan studi di University of Iowa dan dianugrahi gelar Ph.D pada tahun 1952. Kini ia menjadi profesor psikologi di Stanford University.

Richard Walter berasal dari Wales. Dia menimba ilmu di Inggris pada Bristol dan Oxford. Sejak 1949 hingga 1953, ia menjadi dosen filsafat di Aucland University College, New Zealand. Ketertarikannya pada psikologi membuatnya melanjutkan studi di Stanford University dan mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1957 serta menjadi anak didik dari Albert Bandura. Pada tahun 1963, ia mendapat gelar profesor psikologi dari Universitas Waterloo. Sayangnya, pada tahun 1968 Walter meniggal secara tragis.

Dalam laporan hasil percobaan Miller dan Dollard, mereka mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut oleh Miller dan Dollard dinamakan "social learning “(pembelajaran social). Perilaku peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka "para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.", demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan Dollard.

Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa permen. Dalam percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat membedakan orang-orang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orang-orang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari banyak perilaku "baru" melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat. Kita contoh perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu tadi, di masa lampau.

Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" - pembelajaran melalui pengamatan. Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya melalui film atau bahkan film karton.

Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial sebaiknya diperbaiki lebih jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori pembelajaran sosial yang benar-benar melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu dipikirkan ulang.

2. Asumsi Dasar Teori Pembelajaran Sosial

Adapun asumsi dasar teori pembelajaran sosial adalah sebagai berikut:

1. tingkat tertinggi dari pembelajaran hasil pengamatan dicapai dengan mengatur dan berlatih memperagakan perilaku secara simbolis kemudian memerankannya secara terbuka. Peniruan perilaku termasuk kata, label atau kesan pada ingatan yang lebih baik dari sekadar mengamati.

2. individu kemungkinan besar mengadopsi perilaku model jika model tersebut serupa dengan si pengamat dan memiliki kekaguman padanya dan perilaku memiliki fungsi nilai.

3. individu kemungkinan besar mengadosi perilaku orang lain jika berkesudahan dengan penghargaan padanya.

3. Pembahasan Teori Pembelajaran Sosial

Teori belajar secara tradisional menyatakan bahwa belajar terjadi dengan cara menunjukkan tanggapan (response) dan mengalami efek-efek yang timbul .Penentu utama dalam belajar adalah peneguhan (reinforcement), di mana tanggapan akan diulangi menjadi pelajaran jika organisme mendapat hukuman (reward). Tanggapan tidak akan diulangi kalau organisme mendapat hukuman (punishment) atau bila tanggapan tidak memimpinnya ke tujuan yang dikehendaki. Jadi, perilaku diatur secara eksternal oleh kondisi stimulus yang ditimbulkan leh kondisi-kondisi peneguhan.

Bandura berpendapat bahwa lingkungan mempengaruhi perilaku dan sebaliknya, perilaku juga mempengaruhi lingkungan. Dia menamakan konsepnya ini reciprocal determinism (aturan timbal balik) yang maksudnya lingkungan dan perilaku seseorang saling mempengaruhi satu sama lain.

Kemudian lebih lanjut ia memulai untuk melihat kepribadian sebagai sebuah interaksi di antara tiga komponen, yaitu: lingkungan, perilaku, dan porses psikologis seseorang. Proses psikologis tersebut maksudnya terdiri dari kemampuan kita untuk memiliki gambaran dalam pikiran kita dan bahasa.

Menurut versi Bandura, maka teori pembelajaran sosial menekankan pada:

(1) observational learning (pembelajaran dari hasil pengamatan) atau modeling,

(2) self-regulation (regulasi diri),

(3) self-efficacy (efikasi diri),

(4) self-determinism (determinasi diri),

(5) vicarious reinforcement.

Observational Learning (pembelajaran dari hasil pengamatan atau modeling)

Berdasarkan teori pembelajaran sosial, pengaruh peniruan menghasilkan pembelajaran melalui fungsi informatif. Selama mengamati, pengamat umumnya mendapatkan representasi simbolis dari aktivitas-aktivitas model yang melayani sebagai pemandu untuk penampilan yang tepat.

Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam proses modeling:

1. Attention processes

Ketika kita sedang ingin mempelajari sesuatu, kita harus memperhatikannya. Demikian juga sesuatu yang mengurangi perhatian, maka akan mengurangi pembelajaran, termasuk pembelajaran dari hasil pengamatan. Sebagai contoh, jika kita mengantuk, grogi, kecanduan, sakit, gugup atau “berlebihan”, kita tidak dapat belajar dengan baik. Demikian pula bila pikiran kita dikacaukan oleh rangsangan persaingan.

Sesuatu yang mempenaruhi perhatian adalaha karakteristik model. Kita akan lebih memperhatikan ika modelnya colorful, dramatis, atraktif, atau berwibawa atau terlihat sangat kompeten. Dan kita juga akan lebih memperhatikan jika model tersebut terlihat sama dengan diri kita. Inilah jenis-jenis variabel yang ditujukan langsung oleh Bandura ke arah pengujian televisi dan dampaknya pada anak-anak.

2. Retention processes (ingatan/penyimpanan)

Tahap yang kedua, kita harus mampu menyimpan (mengingat) apa uang harus diperhatikan. Ini merupakan awal di mana perumpamaan dan bahasa berasal: kita menyimpan apa yang kita lihat pada yang dilakukan model dalam bentuk penggambaran mental atau deskripsi verbal. Ketika benar-benar disimpan, kemudian kita dapat “membawa” kesan atau deskripsi itu, kita dapat menirunya dengan tingkah laku kita sendiri.

3. Motor reproduction processes

Dalam hal ini, kita hanya duduk dalam angan-angan atau lamunan. Kita harus menerjemahkan atau mewujudkan kesan/deskripsi ke dalam tingkah laku yang sebenarnya. Jadi, kita harus memiliki kemampuan mereproduksi tingkah laku sebagai urutan terpenting. Sebagai contoh, kita biasa melihat orang bermain sepak bola, belum tentu kita tidak bisa menendang bola dengan keras menuju gawang apabila kita tidak bisa bermain sepak bola dengan baik. Namun, kita bisa bermain sepak bola, dalam dunia nyata kemampuan kita akan meningkat apabila menonton pemain sepak bola yang bermain lebih baik dari kita.

Hal penting lainnya dari reproduksi yaitu kemampuan kita untuk meniru akan bertambah baik dengan latihan pada hal-hal menyangkut tingkah laku. Tak hanya itu, kemampuan kita akan bertambah baik ketika kita membayangkan penampilan diri kita.

4. Motivational processes

Teori pembelajaran sosial membedakan antara kemahiran dan penampilan karena orang-orang tidak akan melakukan apapun jika tidak termotivasi untuk meniru.

Jenis-jenis motivasi menurut Bandura:

a. past reinforcement: menurut tingkah laku tradisional

b. promised reinforcement: dorongan-dorongan yang dapat kita bayangkan

c. vicarious reinforcement: melihat dan menghubungkan kembali model untuk diperkuat.

d. past punishment: hukuman yang telah berlalu

e. promised punishment: hukuman yang akan tiba (ancaman)

f. vicarious punishment: hukuman yang seolah-olah dialami oleh diri sendiri

Ulasan di atas (poin a, b, c) secara tradisional dipertimbangkan menjadi suatu “penyebab” pembelajaran. Bandura mengatakan bahwa mereka tidak banyak menjadi penyebab pembelajaran seperti menyebabkan kita untuk menunjukkan apa yang sudah kita pelajari. Jadi, ia melihat mereka sebagai motivasi. Motivasi negatif ternyata ada baiknya juga dan memberikan kita alasan untuk tidak meniru seseorang (poin d, e, f). Seperti pada kebanyakan behavioris tradisional, Bandura mengatakan bahwa hukuman dalam bentuk apapun tidak akan bekerja dengan baik sebagai penguatan dan faktanya memiliki kecenderungan “sudah terbaca sebelumnya” oleh kita.

Self-regulation (regulasi diri)

Pengaturan diri – mengontrol tingkah laku kita sendiri – dalam kata lain “pekerja keras” pada kepribadian manusia. Bandura menyatakan tiga langkah, yaitu:

a. self-observation (observasi diri)

kita melihat diri kita sendiri, tingkah laku kita dan menjaga etiket itu.

b. judgment (penilaian)

kita membandingkan apa yang kita lihat dengan sebuah standar. Sebagai contoh, kita dapat membayangkan penapilan kita dengan standar tradasional, seperti “aturan tatacara” atau kita dapat menciptakan aturan yang lebih mengikat, seperti “saya akan membaca buku seminggu sekali”. Atau kiat dapat bersaing dengan orang lain atau dengan diri kita sendiri.

c. self-response (respon diri)

jika kita mengerjakan sesuatu dengan baik dalam perbandingan dengan sebuah standar, kita memberikan diri kita sendiri penghargaan atau apresiasi sebagai respon diri. Kalau kita mengerjakan sesuatu yang buruk, kita memberikan hukuman untuk diri kita sendiri sebgai respon diri. Respon diri berkisar dari nyata (mendorong lebih pada tindakan langsung) dan lebih tersembunyi (merasa malu atau bangga).

Konsep yang sangat penting dari psikologi yang dapat dimengerti dengan regulasi adalah self-concept (konsep diri, lebih dikenal sebagai self esteem -penghargaan diri-). Jika kita sudah cukup lama hidup (telah dewasa), kita akan menemukan standar hidup kita sendiri dan kehidupan yang memiliki self-praise dan self-reward akan mempunyai sebuah self-concept yang baik (self-esteem yang tinggi). Begitupun sebaliknya, kalau kita gagal menemukan standar hidup kita sendiri dan sering menghukum diri sendiri, kita akan memiliki self-concept yang buruk (self-esteem rendah).

Behavioris umumnya memandang reinforcement penguatan adalah efektif dan punishment (hukuman) penuh dengan masalah. Tiga akibat dari self-punishment yang berlebihan menurut Bandura, yaitu:

a. kompensasi: kompleks yang superior, contohnya khayalan tentang kemewahan,

b. ketidakaktifan: apatis, depresi, dan kebosanan,

c. pelarian (escape): narkoba, alkohol, fantasi televisi, atau mungkin bunuh diri.

Bandura mengemukakan tiga langkah self-regulation terhadap penderita self-esteem yang buruk, yaitu:

a. regarding self-observation: observasi mengenai diri. Tahu siapa diri mereka. Tahu gambaran yang tepat tentang perilaku kita,

b. regarding standards: yakinkan diri standar kita tidak terlalu tinggi, jangan sampai diri kita gagal. Tetapi kalau standar kita terlalu rendah, tentu tidak berarti pula,

c. regarding self-response: gunakanlah penghargaan (self-reward) bukan self-punishment serta rayakanlah kemenenganmu, jangan larut pada kegagalan.

Self-efficacy (Efikasi diri)

Efikasi diri merupakan persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri juga merupakan perasaan optimis mengenai diri kita yang berkemampuan dan efektif. Secara singkat, efikasi diri adalah sejauh mana kita mampu mencapai sesuatu. Efikasi diri tumbuh dari keberhasilan-keberhasilan yang pernah dilakukan.

Reciprocal Determinism (Faktor-faktor Hubungan Timbal Balik)

Dari perspektif pembelajaran sosial, fungsi psikologi adalah lanjutan interaksi timbal balik antara kepribadian, tingkah laku, dan lingungan sebagai pengatur.

a. Interdependence of personal and environmental influence (ketergantungan antara pribadi dan lingkungan)

Seperti kita ketahui, faktor pribadi internal dan tingkah laku juga menjalankan sebgai faktor-faktor hubungan timbal balik dari yang lainnya. Salah satu contohnya adalah ekspektasi seseorang berpengaruh pada bagaimana dia berperilaku dan hasilnya akan merubah ekspektasinya. Kelemahan utama dari perumusan tradisional adalah mereka menghilangkan penempatan perilaku dan lingkungan sebagai kesatuan yang terpisah. Pada kebanyakan bagian, lingkungan hanya sebuah kemampuan hingga perwujudan dengan aksi yang tepat.

b. Reciprocal influence and the exercise of self-direction

Diskusi proses sebab akibat melahirkan masalah pokok determinisme dan kebebasan individu. Dalam kerangka pembelajaran sosial, kebebasan didefinisikan sebagai hubungan dari sejumlah pilihan yang tersedia pada manusia dan penggunaan yang tepat baginya. Dari perilaku alternatif dan hak istimewa yang dimiliki seseorang, yang terbesar adalah kebebasannya beraksi.

c. Reciprocal influence and the limits of social control (pengaruh timbal balik dan terbatasnya kontrol sosial)

Operasi dari pengaruh timbal balik menekankan pada perhatian publik untuk memajukan pengetahuan psikologis akan meningkatkan pada perhitungan manipulasi dan kontrol orang-orang. Reaksi yang umum pada ketakutan adalah semua perilaku itu tidak dapat diacuhkan untuk dikontrol. Ketika orang-orang memberitahukan tentang bagaimana perilaku dapat dikontrol, ia cenderung untuk menolak pengaruhnya, dengan begitu membuat manipulasi semakin sulit.

Vicarious Reinforcement

Vicarious reinforcement menandai ketika pengamat meningkatkan perilaku terhadap sesuatu yang pernah ia lihat dari orang lain. Akibat positif pengamatan paling utama mungkin untuk membantu pengembangan adopsi perilaku yang mana memiliki aspek yang kurang baik dan oleh karena itu membutuhkan dorongan jika mereka ingin melakukannya. Ketika orang lain mengajak untuk berpartisipasi pada aktivitas yang menyenangkan, biasanya terhalang oleh larangan sosial.

4. Aplikasi Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial telah diterapkan secara ekstensif untuk pemahaman agresi dan gangguan psikologis, terutama pada konteks perubahan perilaku. Teori ini juga dasar teoritis untuk teknik peniruan perilaku yang digunakan pada program pelatihan secara luas. Contoh pembelajaran sosial yang umum adalah pada televisi komersial.

Teori ini diaplikasikan pada perilaku konsumen Teori ini menyatakan bahwa terjadi banyak pembleajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Teori ini juga sangat berguna untuk menganalisis kemungkinan dampak kekerasan yang ditayangkan televisi.


download materinya disini




Baca Selengkapnya ....
TEMPLATE CREDIT:
Tempat Belajar SEO Gratis Klik Di Sini - Situs Belanja Online Klik Di Sini - Original design by Bamz | Copyright of Dunia Pendidikan.